Pada jaman dahulu, bukanlah sesuatu yang aneh bila sebuah perkawinan adalah hasil dari pen”comblangan” alias dijodohkan. Bahkan di jaman sekarangpun masih banyak orang yang mendapatkan pasangan hidup melalui proses penjodohan yang dilakukan oleh teman, family, orang yang dituakan, atau bahkan juga oleh orang tua sendiri. Bahkan sekarang ini banyak situs internet yang menyediakan jasa comblang atau match-making..
Alkisah, ada seorang yang dituakan yang seringkali dimintakan oleh orang-orang sekitarnya untuk mencarikan pasangan hidup. Suatu ketika si ”mak combalng” ini men jodohkan seorang pria dengan seorang wanita. Dan singkat cerita terjadilah perkawinan antara sang pria dengan si wanita yang dijodohkan.
Satu bulan setelah perkawinan, si pria pengantin baru tersebut datang bertamu ke rumah sang mak comblang. Pria tersebut bercerita betapa senangnya dia dan sangat berterima kasih atas isteri yang telah dikawini karena ternyata isterinya pintar sekali memasak. Sang pria membawa sekeranjang besar buah mangga yang wangi dan diberikan kepada sang mak comblang sebagai tanda terima kasih.
Bulan kedua setelah perkawinan, si pria kembali datang bertamu dan kali ini membawa sekeranjang buah apel dan berbagai minuman kalengan. Sama seperti kunjungan pertama, kali ini si pria mengucapkan terima kasih atas isteri yang telah dijodohkan karena ternyata isterinya sangat sayang kepada mertuanya, yaitu orang tua si pria tadi.
Bulan ketiga setelah perkawinan, si pria datang bertamu lagi, namun kali ini tidak membawa apa-apa. Setelah duduk sejenak dan belum sempat menghirup kopi hangat yang disuguhkan, si pria mulai berkeluh kesah betapa kesalnya ia kepada istrinya. Ia mengatakan istri yang dikawini ternyata sangat bodoh, seperti orang tidak pernah sekolah, mau melakukan apa saja harus bertanya kepadanya, seperti orang yang tidak bisa mengambil keputusan, dll, dll. Pendek kata banyak sekali keluh kesahnya.
Sang mak comblang, setelah mendengarkan berbagai keluh kesah si pria, berkata :”Begini dik, si Mulan itu mau sama kamu karena dia bodoh. Kalau dia pintar belum tentu dia mau sama kamu”. Mendengar ucapan sang mak comblang, si pria langsung pamit pergi meninggalkan secangkir kopi hangat yang belum sempat ia minum.
Inti cerita : Siapa sih kita ini ? Kalau kita mengeluh tentang kekurangan pasangan kita, apakah kita sendiri tidak ada kekurangan ? Bila kita mengeluh tentang teman kita, sudahkah kita menjadi teman yang baik ? Bila kita mengeluh tentang tempat kerja kita, sudahkah kita berbuat maksimal untuk membuatnya menjadi tempat yang nyaman bagi kita semua ? Daripada berkeluh-kesah, bukankah lebih baik kita berbuat sesuatu ? Bukankah lebih baik mensyukuri apapun yang telah diberikan oleh TUHAN kepada kita ?